CIta-cita

Oleh: Ujang Supriyatna

Perawatan yang kujalani di rumah sakit tidak terlalu lama. Sekarang tubuhku sudah normal. Perbedaannya, sekarang aku lebih kurus. Ayah dan ibuku menginginkan aku tetap tinggal di dekat tempatku di terapi untuk sementara waktu. Mereka mempercayakan semuanya kepada kang Hasan. Aku sendiri menyambut rencana mereka dengan baik karena hal itu juga yang aku inginkan.

Aku ingin belajar Islam lebih banyak dari Kang Hasan. Aku juga ingin mengenal sosok kang Hasan lebih dalam. Bahkan sudah aku rencanakan akan kuliah di Kota Sukabumi saja. Di sini ada Universitas Muhammadiyah Sukabumi, aku bisa kuliah sambil memperdalam ilmu keIslamanku. Aku belum memberitahukan rencana itu, tapi aku yakin orang tuaku akan setuju.

Sekarang namaku bukan lagi Yuda. Sudah kuganti dengan nama pilihanku sendiri,  Furqon.  Nama lain Al Qur’an. Aku sangat cinta Al Qur’an makanya memilih nama itu. Panggilan Ayah dan Ibu pun sudah tidak aku pakai lagi, aku memanggil mereka Abi dan Ummi. Walau artinya sama tapi mempunyai kesan yang berbeda. Aku sudah mereka titipkan sepenuhnya kepada kang Hasan. Mereka sangat mempercayainya.

Aku tinggal di tempat yang sama dengan kang Hasan, di Pesantren Al Mahfudzdziyah. Sebuah pesantren khusus putera  yang terletak di daerah Babakan Mageung, Ciaul, kota Sukabumi. Pesantren yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya akan menjadi tempat berharga bagiku dalam memahami keindahan Islam. Di sini aku mendapatkan perlakuan yang sangat  baik. Tidak pernah dibedakan walau aku seorang yang masih baru di Islam.

Pesantren itu terdiri dari dua lantai. Santri  di sini biasa  menyebut tempat yang kami tinggali ini dengan sebutan kobong. Santrinya tidak terlalu banyak, hanya ada delapan puluh orang. Mayoritas santri adalah pelajar SMA dan sebagian mahasiswa yang sedang mengambil S1 dan Pasca Sarjana. Namun ada beberapa orang yang hanya lulusan pesantren, mereka hanya lulus SD di sekolah formalnya.

Pesantren Al Mahfudzdziyah cukup terkenal di daerah Sukabumi, dengan sosok kiai Muhsin sebagai pemimpinnya. Kami biasa memanggilnya Abah. Abah merupakan panggilan akrab beliau dikalangan para santri. Menurut sejarah pesantren, tempat yang aku tinggali ini dibangun oleh seorang Kiai terkenal bernama Kiai Mahfudz. Oleh sebab itu diberi nama Al Mahfudzdziyah. Kiai Mahfudz sendiri adalah ayahnya Abah. Jadi, pesantren Al Mahfudzdziyah ini masih tergolong muda karena baru dua generasi.

Kondisi pesantren Al Mahfudzdziyah menurutku sangat kondusif. Walaupun ada di jantung kota Sukabumi, tapi keadaannya sangat nyaman, jauh dari jalan raya dan suara kendaraan bermotor. Pesantren ini memiliki banyak sarana penunjang untuk berlangsungnya kegiatan para santri.

Di sebelah timur bertengger masjid kokoh berlantai dua yang bernama Masjid Al Mahfudzdziyah. Masjid yang menjadi tempat para santri belajar karena keterbatasan tempat. Tradisi di pesantren ini santri dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama kelompok pemula, biasanya belajar di lantai dua. Kelompok yang kedua kelompok mahir, mereka biasanya belajar di lantai dasar. Untuk orang-orang yang masih awam terhadap Islam belum diikutkan ke dalam kelompok itu, namun mereka di gembleng dulu di ruang diskusi oleh para senior. Hal ini dilakukan agar kegiatan menuntut ilmu berjalan lancar.

Masjid Al Mahfudzdziyah sendiri memiliki keunikan yang tidak kalah menarik dengan masjid yang lain. Di masjid ini ada tiga makam di dalamnya. Hal unik inilah yang menjadikan masjid ini banyak dikunjungi orang-orang. Konon ceritanya, dulu masjid Al Mahfudzdziyah itu tidak sebesar sekarang, makam itu pun awalnya tidak berada di dalam masjid. Ketiga makam itu berada di luar. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di daerah sekitar pesantren, maka disetujui untuk memperbesar  masjid tersebut. Nah ketika disetujui pembesaran masjid, ketiga makam itu termasuk dalam lahan yang akan digunakan masjid. Akhirnya setelah diadakan musyawarah makam itu tidak akan dibongkar, tapi tetap ada dan menyatu dengan masjid.  Memang benar demikian, makam itu sampai sekarang masih ada namun tidak mengganggu orang melaksanakan ibadah karena letaknya ada di  belakang, di pojok sebelah kanan tepatnya.

Di sebelah selatan pesantren ada sebuah Madrasah, terdiri dari enam kelas. Empat dari kelas tersebut dijadikan sarana untuk pengamalan ilmu para santri kepada masyarkat dengan mengajarkan Islam kepada  anak SD sampai SMP di sekitar pesantren. Selain bisa mengamalkan ilmunya, santri yang terlibat di sana juga mendapatkan honor dari pesantren. Walau tidak besar, tapi cukup untuk para santri.

Madrasah yang diurus oleh santri itu dibagi menjadi enam kelas sesuai dengan pengetahuan anak. Dikenal dengan nama MDA singkatan dari Madrasah Diniah Awaliyah. Meskipun sering dianggap sepele oleh sebagian orang, madrasah ini ternyata sangat berperan dalam mencetak akhlak anak-anak sekitar pesantren. Dengan adanya madrasah ini, anak-anak sekitar pesantren bisa memanfaatkan waktunya setelah pulang sekolah untuk belajar mendalami Islam dengan pengajar yang mumpuni dan tentunya murah.

Dua kelas lainnya digunakan  sebagai bisnis dibidang pendidikan dengan dijadikan TK. Dengan berlabelkan Al Mahfudzdziyah orang-orang tidak ragu lagi. Selain itu untuk menunjang kegiatan ekonomi, pesantren juga memiliki sawah dan kolam ikan. Kedua tempat itu santri yang mengagarap dan hasilnya untuk kepentingan santri sendiri.

Semua yang aku tahu tentang pesantren adalah hasil dari berkeliling dengan kang Hasan kemarin. Kami berbincang banyak hal. Dia menanyakan bagaimana caranya aku menjadi atheis lalu gila. Aku ceritakan semuanya kepada dia, mulai dari pemikiran salahku tentang kebebasan, mendapat teman lewat internet, maksiat di Jakarta, hukuman dari Ayah sampai aku terbangun karena suara Al Qur’an.

Kang Hasan mendengarkan dengan serius, sesekali dia bertanya kepadaku. Kang Hasan sekarang sudah mengetahui tentangku. Sekarang kesempatanku mengenalnya. Aku bertanya beberapa hal pada Kang Hasan tentang dirinya, keluarganya, usahanya, pendidikan dan lain-lain.

Kang Hasan menjawab seperlunya tidak begitu detail. Dia hanya menjawab kalau dia berasal dari daerah Sukabumi bagian selatan. Pendidikannya lebih konsen ke Al Qur’an dan Bahasa Arab. Bekerja sebagai Guru Al Qur’an dan guru Bahasa Arab. Untuk pendidikan formal dia tidak terlalu bangga dengan gelar yang penting bisa menikmati hidup sebagi muslim yang baik. Aku masih penasaran dengannya. Terlihat seperti ada banyak hal yang dia tutupi dariku. Belum sempat bertanya, dia malah bertanya lebih dulu tentang cita-citaku.
“Aku mempunyai cita-cita menjadi seorang guru besar di Universitas ternama Kang, meneruskan jejak orang tua. Aku juga ingin menyandang gelar profesor,” jawabku.

Kang Hasan tersenyum. Aku balik bertanya kepadanya.

“Sudah aku katakan aku ingin menikmati hidup sebagai muslim yang baik. Itu sudah cukup,” jawabnya mengulangi kata-katanya yang tadi.

“Semua orang juga sama kang kalau seperti itu. Pasti ada lagi cita-cita kang Hasan. Yang spesifik Kang kalau cita-cita,” kataku. Kang Hasan berpikir sebentar.

“Aku ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain,” kang Hasan mengucapkannya sambil tersenyum ringan.

Aku semakin bingung dengan maksudnya. Seorang Muslim yang baik dengan orang yang bermanfaat bagi orang lain tidak ada bedanya bagiku. Semua sama.

“Kang Hasan ini bagaimana, bukankah muslim yang baik itu yang bermanfaat bagi orang lain. Kang Hasan memberikan jawaban yang sama dengan tadi,” kataku. Tapi kang Hasan malah tersenyum.

Susah benar mengorek kepribadian kang Hasan. dia sangat hati-hati dalam berbicara masalah dirinya sendiri. aku bisa melihatnya dari perkataan dan semua jawaban yang dia lontarkan ketika menjawab pertanyaan-pertanyaanku.

Aku terdiam sejenak memikirkan cara yang terbaik untuk mengorek siapa kang Hasan sebenarnya. Namun belum sempat aku bertanya, dia sudah bertanya duluan.

“Cita-citamu tadi apa?” tanya kang Hasan.

“Aku ingin menjadi seorang guru besar di Universitas ternama Kang, meneruskan jejak orang tua. Aku juga ingin menyandang gelar profesor,” jawabku.

“Guru besar di Universitas ternama. Ya, sudah pasti Profesor. Menurutku itu bukan cita-cita,” kata kang Hasan membuatku bingung.

“Bukan cita-cita? Maksud kang Hasan apa?” Aku penasaran dan tidak mengerti maksud ucapan kang Hasan.

“Ya, menurutku itu bukan cita-cita.”

“Lalu apa Kang?”

“Itu hanya sebuah jalan menuju cita-cita yang mulia.”

Perkataan kang Hasan membuatku semakin bingung. Sudah jelas-jelas yang aku katakan itu adalah cita-cita, tapi dia mengatakan bukan. Sebenarnya apa yang dia maksud dengan cita-cita. Belum sempat aku bertanya lagi dia sudah menjelaskan lebih dulu.

“Yang namanya cita-cita mulia itu harus berada di akhir. Bisa dimiliki semua orang. Realistis atau bisa dilakukan. Tidak pernah membuat orang yang ingin mengejarnya depresi, stres bahkan bunuh diri. Berorientasi ibadah dan akhirat.”

“Aku tidak mengerti Kang, tolong dijelaskan,” pintaku.

“Baiklah,” katanya sambil tersenyum.

“Sudah kubilang tadi bahwa cita-citaku adalah bermanfaat bagi orang lain. Menurutku itulah cita-cita di dunia ini satu-satunya. Tidak ada yang lain. Yang lain hanyalah jalan menuju cita-cita itu sendiri. Sekarang aku mau bertanya, kamu tadi bercita-cita menjadi seorang profesor di Universitas ternama, ya kan? Seandainya kamu telah mendapat gelar professor, apa yang akan kamu lakukan?”

“Ya mengamalkan ilmu yang aku punya Kang, apalagi,” jawabku. Pertanyaan itu semua orang juga pasti akan tahu jawabannya.

“Seandainya tidak tercapai?”

Aku bingung. Apa yang harus aku katakan karena aku sendiri tidak punya cadangan cita-cita lain. Aku baru tersadar. Aku harus mempunyai cita-cita lebih dari satu supaya kalau cita-cita pertama tidak tercapai, aku masih bisa menggapai cita-cita lain. Aku mengerti sekarang apa yang dimaksud kang Hasan.

“Kenapa diam? Kamu tidak bisa menjawabnya kan?” tanyanya lagi.

“Aku tidak punya cita-cita lain selain itu Kang. Mungkin aku harus mulai memikirkan cita-cita lain,” jawabku.

“Tidak perlu. Tidak perlu repot-repot seperti itu,” kata kang Hasan. Senyumnya terlihat lagi seperti seorang yang senang mendengar jawabanku.

“Inilah yang terjadi pada kita sekarang. Kita semua semua sudah salah dalam menilai cita-cita. Kita telah menganggap jalan menuju cita-cita sebagai cita-cita. Seperti kamu barusan itu. Profesor itu bukan cita-cita, tapi jalan merealisasikan cita-cita sesungguhnya,” kata kang Hasan. Dia berbicara sangat semangat.

“Maksudnya Kang?”

“Seperti yang aku katakan tadi, yang namanya cita-cita mulia itu harus berada di akhir. Bisa dimiliki semua orang. Realistis atau bisa dilakukan semua. Tidak pernah membuat orang yang ingin mengejarnya depresi, stres, bahkan bunuh diri. Juga berorientasi pada ibadah dan kehidupan akhirat. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah kuantitas dan kualitas cita-cita itu sendiri. Coba lihat yang kamu sebutkan tadi, apakah memenuhi semua yang aku katakan?”

“Tidak, Kang.”

“Kita bisa melihat banyak sekali orang yang telah salah menilai cita-cita. Menganggap jalan menuju cita-cita sebagai cita-cita. Contohnya, banyak orang yang ingin menjadi anggota DPR. Mereka menganggap menjadi anggota DPR adalah cita-cita mereka. Ketika mereka menjadi anggota DPR, mereka bingung mau berbuat apa, akhirnya mereka korupsi. Ketika mereka gagal menjadi anggota DPR, mereka frustasi dan ada yang bunuh diri. Banyak orang yang berkeinginan menjadi dokter. Setelah jadi dokter mereka bingung mau berbuat apa lagi, akhirnya melakukan mal praktek, ketika tidak jadi ujung-ujungnya frustasi. Begitu juga dengan hal lainnya seperti menjadi pilot, polisi, diplomat, pengusaha, pengacara, motivator, ustadz, kiai, dan lain sebagainya.”

Aku terdiam mendengar perkataan kang Hasan. Baru pertama kali ini aku mendengar pemikiran gila seperti yang disampaikannya. Tapi semua yang dikatakannya masuk akal. Aku semakin penasaran dengan kalimat-kalimat yang akan dia sampaikan selanjutnya.

“Ketika mereka tidak bisa meraih apa yang mereka anggap cita-cita itu, mereka mengatakan bahwa Allah tidak adil. Padahal Allah itu Maha Adil. Mereka sendiri yang tidak adil. Tidak bisa menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya sehingga mereka penuh dengan kebingungan.”

“Menurutmu siapa yang berhak mendapatkan hal-hal yang semua orang bilang cita-cita itu? Pasti jawabannya orang kaya dan orang-orang pandai. Iya kan?”

“Iya, Kang.”

“Kalau begitu apa yang bisa didapatkan oleh orang miskin dan orang bodoh yang mempunyai keinginan sama dengan mereka? Sudah pasti mereka akan menyalahkan Allah lebih dari orang yang gagal meraih apa yang mereka sebut cita-cita. Jadi, di mana keadilan itu kalau memang yang aku sebutkan tadi cita-cita. Padahal tidak semua orang bisa melakukannya dan mendapatkannya.”

“Jadi apa menurut kang Hasan cita-cita itu?”

“Cita-cita menurutku di dunia ini hanya ada satu yaitu bermanfaat bagi orang lain. Tidak ada yang lain lagi. Semua orang punya kesempatan yang sama dalam meraihnya. Yang lain hanya sebuah jalan menuju cita-cita mulia itu. Setelah kita tahu cita-cita kita, baru kita menentukan jalan terbaik yang bisa kita lakukan untuk mengejar cita-cita itu,” kata kang Hasan. Aku lihat sorot matanya semakin berbinar penuh semangat.

“Jika seseorang sadar akan cita-citanya maka jalan apa pun yang dia pakai tidak akan pernah tergelincir. Profesor tidak akan mau melakukan riset menciptakan sesuatu untuk kejahatan, DPR tidak akan pernah korupsi, presiden tidak akan pernah lalai, dokter tidak akan melakukan mal praktek, polisi tidak akan brutal pada masyarakat, dan lain sebagainya. Pastinya semua akan berjalan dengan baik dan sesuai harapan.”

Sekarang aku tahu apa maksud kang Hasan sebenarnya. Dia memang jenius. Pantas dia seperti tidak terlalu peduli dengan pendidikan formal, terbukti dia hanya mengatakan pernah lulus SD . Ternyata seperti itu konsep cita-citanya. Jenius, benar dan masuk akal.

“Benar Kang aku telah salah selama ini. Benar yang dikatakan kang Hasan, bisa jadi aku depresi ketika tidak bisa mencapai gelar profesor. Tapi sekarang semua sudah jelas. Aku sangat berterima kasih pada kang Hasan,” kataku.

“Alhamdulillah, kita harus selalu ingat bahwa yang harus kita lakukan adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas kita dalam hal bermanfaat bagi orang lain.  Tidak masalah kita sebagai seorang tukang parkir yang penting kita bisa lebih bermanfaat daripada seorang anggota DPR, tidak masalah kita berijazah SD yang penting kita lebih bermanfaat bagi orang lain. Tapi sebagai orang Islam yang mewarisi sifat cerdas dari Rasulullah pastinya kita akan mencari jalan yang memungkinkan kita mempunyai kualitas dan kuantitas terbaik terhadap cita-cita kita. Karena akan sangat jauh berbeda manfaatnya apa yang dilakukan tukang parkir yang baik dengan anggota DPR yang baik.”

“Lalu bagaimana ciri bermanfaat itu sendiri Kang?”

“Oh itu, mudah sekali. Kita dikatakan bermanfaat jika semua yang ada pada diri kita bisa memberikan kesenangan dan kebahagiaan kepada orang lain, lingkungan kita, bahkan alam sekitar. Keberadaan kita selalu memperbaiki keadaan, bukan sebaliknya. Kehadiran kita selalu dinantikan dan orang-orang selalu menyambut kita dengan senyuman. Kepergian kita membuat mereka sedih dan menangis. Orang lain selalu sibuk membicarakan kebaikan kita. Jika orang lain diminta untuk mengatakan kejelekan kita, mereka bingung karena tidak bisa menemukan kejelekan kita. Dan yang terakhir kisah hidup kita selalu menjadi inspirasi bagi orang lain. Itulah bermanfaat menurutku,” kata kang Hasan.

“Memang ada orang seperti itu Kang?”

“Ada.”

Aku masih bingung dan tidak percaya ada orang yang seperti kang Hasan bilang. Aku terdiam tidak mengatakan apa pun. Tiba-tiba kang Hasan berkata lagi.

"Rasulullah sendiri yang bilang, “Bahwa sebaik-baiknya diantara kalian,” kata Rasulullah, “adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. Kita harus ingat bahwa semua perkataan rasul itu benar dan pasti terjadi. Begitu juga dengan orang bermanfaat yang aku katakan. Itu pasti bisa diraih manusia. Asalkan benar-benar meraihnya. Karena Rasul sendiri yang memberi jaminan, siapa yang bersungguh-sunggu dia akan mendapatkannya,” kata kang Hasan.

Aku menjadi yakin setelah kang Hasan menjelaskannya. Aku bertekad harus menjadi salah satu dari orang yang bermanfaat. Memang benar yang dikatakan kang Hasan.  Bisa jadi mereka yang ada di negeri ini, terutama orang-orang yang mengemban berat amanah rakyat tidak tahu konsep cita-cita seperti yang kang Hasan bilang. Aku segera menghilangkan pikiranku tentang para wakil rakyat yang ada di DPR. Biarkan saja mereka bekerja dengan baik dan jujur walau tidak pernah mendengar perkataan kang Hasan sepertiku.

Secuil hatiku

Oleh :Rochmat Priyadhi

secuil hati kita ada yang hilang
bukan entah kemana, tapi sudah jelas kemana rimbanya.

secuil hati telah pergi.
asa dan senyum menjadi warisan untuk kami titi.

secuil hati yang dirindukan.
kelak muncul ribuan bahkan jutaan pengganti
yang hatinya, mendidih melihat keadaan ini
yang jiwanya, siap bekerja untuk negeri.

secuil hati yang menyeret bagian hati lainnya.
haru seketika...
lalu sadar bahwa kitalah penggantinya
siapkah?
(in memoriam Ustzdh YY)
21 Mei 2011

Kontibutor: Rochmat Priyadhi



The Last Samurai

Oleh : Nugraha Suwargana
Ehm....gagah ya...

Foto ini saya ambil pada saat saya mengunjungi Tokyo Imperial Palace tahun lalu...Imperial Palace sendiri merupakan kediaman utama Kaisar Jepang yang terdiri dari sebuah  taman yang sangat besar  yang terletak di Chiyoda, Tokyo dekat dengan Tokyo Station dan berisi berbagai macam bangunan seperti istana utama (Kyūden (宫殿)) dan rumah pribadi dari keluarga kerajaan. 
Nah gambar patungnya itu adalah patung Samurai..legenda Jepang yang terkenal hingga ke seluruh penjuru dunia. Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Klo liat film nya "The Last Samurai" yang dibintangi Tom Cruise emang luar biasa jalan hidup samurai itu...mungkin kita pernah denger istilah "bushido" yang dalam bahasa Indonesianya "tatacara ksatria" adalah sebuah kode etik kepahlawanan golongan Samurai. Bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa. Makna bushido itu sendiri adalah sikap rela mati negara/kerajaan dan kaisar. Biasanya para samurai dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu, jika ia gagal, ia akan melakukan seppuku (harakiri) satu cara yang merobek perut mereka dan mengeluarkan usus mereka agar dapat memulihkan nama mereka atas kegagalan saat melaksanakan tugas dan/atau kesalahan untuk kepentingan rakyat. Bagi mereka harakiri lebih terhormat dibandingkan hidup dengan membawa malu.

Gimana keren kan filosofi hidup samurai....

Eits tapi nanti dulu.....ada yang lebih keren..lebih bagus dan lebih mulia dibandingkan Samurai loh....

Mau tau...?
Karena kita muslim maka kita wajib mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad salalallahu'alaihi wasalam...filosofi yang kita ikuti pun sama seperti yang Nabi ajarkan kepada kita yaitu menjadi "Syuhada" dengan jalan Jihad Fii Sabilillah...

Kenapa harus syuhada?
Al Qur'an menyebutkan bahwa kesyahidan merupakan anugerah nikmat dari Allah bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Anugerah ini menghantarkan pemiliknya kepada kesempurnaan hidup, keberuntungan dan kebahagiaan. Allah berfirman:

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al Nisaa: 69)

Maksud syuhada' pada ayat di atas, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman al Sa'di, adalah orang-orang yang berperang fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah, lalu mereka terbunuh.

Kemudian di akhir ayat, Allah menyebutkan bahwa mereka adalah teman terbaik di surga bagi orang yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Para syuhada' tidak kehilangan nikmat dunia

Allah Ta'ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Ali Imran: 169-170)

Syaikh al Sa'di rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya bahwa dalam ayat yang mulia ini terdapat keutamaan dan kemuliaan para syuhada' serta karunia dan anugerah yang Allah berikan kepada mereka. . . .

Bau darah syuhada' seperti aroma kesturi

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya! Tidaklah seseorang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang terluka di jalanNya- melainkan dia akan datang pada hari kiamat dengan darah yang berwarna darah (merah) sedangkan baunya seharum kesturi.” (HR. Bukhari)

Arwah para syuhada' ditempatkan di surga Firdaus yang tertinggi. Hal ini didasarkan pada hadits Rasullullah shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda kepada Ummu Haritsah binti Nu’man -putranya gugur di perang badar-ketika dia bertanya kepada beliau (tentang nasib putranya): “Di mana dia?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ”Sesungguhnya dia ada disurga Firdaus yang tinggi.” (HR. Al Bukhari)
  
Begitu sangat mulianya mati sebagai syuhada sampai-sampai mereka berkeinginan dihidupkan lalu terbunuh lagi sebagai syuhada....subhanallah

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan meninggal di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu terbunuh, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh." (HR. Al Bukhari)

Pokoknya klo samurai keren maka syuhada jauh lebih keren dan lebih terhormat..subhanallah dan segala puji hanya milik Allah Dzat yang memuliakan hambaNya yang berjuang dijalanNya...

Selain itu dalam islam tidak mengenal istilah harakiri karena islam sangat menghargai nyawa setiap manusia yang hidup...kenapa?

Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sungguh Allah maha penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa`:29)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
 
"Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi di tangannya, dia (akan) menikam perutnya di dalam neraka jahannam yang kekal (nantinya), (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang meminum racun lalu bunuh diri dengannya, maka dia (akan) meminumnya perlahan-lahan di dalam neraka jahannam yang kekal, (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, dia akan jatuh ke dalam neraka jahannam yang kekal (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya." (HR Bukhari (5778) dan Muslim (158) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
 
"Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka dia disiksa dengan (alat tersebut) pada hari kiamat."  (HR Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin Dhahhak radhyiallahu 'anhu)

 Jikalaupun ia malu karena telah melakukan kesalahan yang amat besar maka di dalam islam satu-satunya cara untuk mengembalikan kehormatan orang itu adalah dengan bertaubat kepada Allah.

"Bertakwalah di manapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmizi dari Abi Dzar. Tirmizi berkata: hadits ini hasan sahih. Dan Al Hakim mensahihkannya atas syarat Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan Al Baihaqi dalam Asy-Syu'ab. Dan Ahmad serta Tirmizi dan Al Baihaqi juga Thabrani meriwayatkannya pula Mu'adz. Adz Dzahabi berkata dalam kitab Muhadz-dzab: sanadnya adalah hasan. (Al Faidl: 1/121)]

Maksudnya adalah seorang muslim, jika ia melakukan maksiat, hendaknya segera mengiringinya dengan kebaikan. Seperti shalat, shadaqah, puasa, perbuatan yang baik, istighfar, dzikr, tasbih dan lainnya, dari macam-macam perbuatan yang baik. Seperti firman Allah SWT

"Dan dirikanlah solat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk." [QS. Huud: 114]

Nah seperti itulah cara kita mendapatkan kemuliaan dan kehormatan...ga harus jadi samurai ^_^

tapi boleh lah kita memiliki semangatnya tapi tetap cita-cita kita adalah mati sebagai syuhada dengan jalan Jihad Fii Sabilillah....semoga kita termasuk ke dalam golongan syuhada...amin minimal kita termasuk ke dalam golongan orang-orang soleh...amin

Hahh...alhamdulillah akhirnya selesai juga tulisan ini semoga bermanfaat bagi kita semua...jika didalamnya ada kebenaran yakinlah itu datangnya dari Allah dan jika ada salah itu kelemahan saya sebagai manusia yang tidak luput dari salah dan dosa...

wallahu'alam bishawab...

Kontributor: Nugraha Suwargana






"Dialogue" (Ibu)

OlehMuhammad Haritzahzen

Bissmillahirahmanirrahim…. 

Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii’
Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku” (QS. Thoha: 25-28) 

…Ini kisah inspirasi yang ku dengar dari seorang pria berusia kurang lebih 55 Tahun di tempat kerjaku, sebut saja ia Pak Dim...begitulah aku dan rekan-rekan lain biasa menyapanya, Badannya tinggi namun sudah agak  terbungkuk, rambutnya pendek dan keriting, bila melihat wajahnya mencirikan seperti ia keturunan orang Sulawesi walaupun aku tahu pasti ia orang bekasi asli. ,kulitnya yang hitam legam membuat yang melihatnya akan menyadari bahwa itu karena bertahun-tahun tersengat sinar Matahari (Maklum..tempat kami bekerja sehari-hari di Lapangan ^_^), Pak Dim adalah orang yang sederhana…tidak banyak tutur kata yang diucapnya, Alhamdulillah  walau sudah cukup tua beliau  masih  konsisten menjaga ibadah shalat 5 waktu. Bulan ini adalah bulan terakhirnya kerja di Pabrik dimanaku bekerja karena beliau harus pensiun, Kisah ini mungkin salah satu dari Ribuan kisah Inspiratif yang sering kita dengar tentang sosok luar biasa yang tidak akan asing lagi bagi kita,  disuatu siang selepas Istirahat sambil mengisi Tanki bahan Kimia aku coba mendekatinya untuk menyapa :  

Me : “Pak Dim…! (Sambil Senyum ^_^)

Pak Dim : “ya..Zen.?.”

Me : (terdiam sejenak Sambil Mikir tema apa ya..yang enak buat diobrolin…Nah dapat..infotainment aja deh..he..^_^ ) “Pak Dim, nonton infotainment belakangan ini ga,..kalo saya amati.. artis-artis.. sekarang “Banyak yang melahirkan anaknya secara operasi Sesar,”?
Bukannya menanggapi pertanyaanku Pak Dim justru malah bercerita tentang Kisahnya ,

Pak Dim : “Saya jadi inget dulu waku hamil pertama Istri saya…waktu itu karena keterbatasan , persalinan istri saya dibantu dukun beranak, waktu itu  saya bekerja di PT baru beberapa bulan”…tuturnya

Pak Dim : “Nah…gak lama setelah anak saya lahir.. Istri saya Kejang-kejang…matanya melotot terus…karena Panik akhirnya saya panggil Bidan ke rumah, terus sama bidan itu akhirnya isteri saya disuntik..tapi kejang-kejang istri saya tetep Ga berhenti.., dalam pikiran Ya Allah mana baru anak pertama”…katanya

Me :  “Terus Gimana Pak Dim:? (Menyimak dengan antusias)

Pak Dim : “Tetangga saya pada nyuruh ..udah bacain Yasiin aja katanya,

Me : “Masya Allah…”

Pak Dim : terus “Saya bilang : dah bawa ke Rumah sakit aja deh, akhirnya saya  terus lari ke arah Pasar untuk nyarter angkot, setelah dapet..saya bilang ke sopirnya tunggu di sini sebentar yaa Pak…!” terus saya balik lagi ke rumah untuk gendong isteri saya ke angkot, alhamdulillah  Jarak rumah saya ngga terlalu jauh dari sana.”

Pak Dim : “Nah..,Pas udah saya bawa isteri saya ke tempat angkot tadi ternyata angkotnya KABUR zen..!”

Me : “Astaghfirullah…” .. terus Gimana tuh Pak Dim…?”

Pak Dim : “ Ya..saya juga bingung itu mau gimana lagi…mana di Pasar Rame banget,,..Isteri masih kejang-kejang saya gendong.” Tapi Alhamdulillah..ngga lama ada Taksi yang baru aja nurunin penumpang Zen…!” akhirnya saya pake Taksi itu,,,..

Me : Alhamdulillah…terus gmn …?

Pak Dim : “iya Alhamdulillah..udah Sopir taksinya bae banget lagi,..pake ngga mau dibayar, udah gitu pas lagi deket Rel kereta Api waktu mau ada kereta mau Lewat…dia buru-buru keluar..dibuka lagi tuh pintu palang kereta Api biar bisa lewat… “

Pak Dim : “Sampe di rumah sakit isteri saya langsung dimasukin ke Ruang ICU, kata dokternya kalo setengah Jam aja terlambat…sudah ga bakal ketolong lagi isteri saya/”

Me : Emang penyebabnya kenapa kata Dokternya Pak Dim.., kok isterinya Pak Dim bisa kejang-kejang begitu…?”

Pak Dim : “katanya seh karena Darah tinggi…!” , isteri saya ngga sadarkan diri selama satu minggu di RS”

Me : “Terus?”

Pak Dim : “Nah..pas baru sadar tau ga kamu yang diucapinnya pertama kali…?”

Me : “Apa tuh Pak Dim..?”

Pak Dim : “ANAK SAYA MANA…,?”KOK INI PERUTNYA UDAH KEMPES..?”, (sambil menangis)

Pak Dim : “Tuh Zen…begitu kalo Seorang Ibu Mah…!” jadi wajar kalo Surga berada di bawah telapak kaki Ibu

Me :  (Speech Less) * Subhanallah…

Dari Mu’awiyah bin Jaahimah, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya". (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)

“Ikhwati fillah yang saya tidak habis fikir..,ketika keadaan/keselematan diri sendirinya dulu yang seharusnya lebih ia khawatirkan,  disaat nyawanya menjadi pertaruhan, tetapi tetap  saja ia masih menunjukkan rasa tidak relanya kalo sampai sesuatu yg buruk terjadi kepada buah hatinya, sekalipun itu harus ditukar dengan nyawanya sendiri ia lebih Ridha itu terjadi, daripada Sesutu yang buruk menimpa buah hatinya…Subhanallah…

Ikhwatifillah itulah cinta seorang IBU….

”Nah..sekarang..kita cari tau yuk...bagaimana seh ,,.Islam memuliakan sosok yang satu ini...?”
di dalam Al Qur’an disebutkan :

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (Q.S An Nisa’ : 36).

"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya"..... (QS. Al Isra’: 23).

... dua ayat diatas berisi tentang  perintah secara umum untuk berbuat baik pada kedua orang tua, tapi coba kita Perhatikan lebih seksama, dalam dua ayat tersebut Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua  seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, dimana kita tau bahwa masalah aqidah (Tauhid) ini menjadi yang paling Pokok dalam Islam,  ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya berbuat baik kepada kedua orangtua.

rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassallam bersabda (artinya) :"Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua"  (Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).
Berasal dari abu Hurairah Radhiyallahuanh, ia berkata bahwa Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda :”Sungguh Rugi besar, Sungguh Rugi besar, sungguh Rugi besar..!” Kemudian ada sahabat yang bertanya, ”Siapa ya Rasulullah?” , beliau bersabda :”Orang yang pada usia dewasa mempunyai keduaorangtua yang masih hidup, baik salah satu atau keduanya, kemudian orang tersebut tidak berhasil masuk surga .” (H.R Muslim VIII: 5-6)

Nah..Kalo inget kisah istri Pak Dim  yang  tadi, pasti kita jadi teringat ayat ini...

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." (QS. Luqman : 14).

”YupKs..betul Terlebih kepada seorang Ibu... yang disebutkan dalam ayat tersebut bahwa Seorang Ibu  mengandung anaknya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, lalu saat melahirkan pun harus siap mempertaruhkan nyawanya, setelah itu pun masih harus meyapih buah  hatinya selama 2 tahun..Subhanallah ruaarr Biiaaasaaa... ^_^ belum ditambah repotnya membesarkan kita anak-anaknya Wew...

Dalam salah satu hadits pun disebutkan

  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhyallahuanh ia berkata: ”Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, lalu bertanya : ”Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak diperlakukan dengan baik dan tulus?” kemudian  Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda : ”Ibumu..!”, laki-laki itu bertanya (lagi) , ”Lalu Siapa?” Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda : ”Ibumu..!” ,laki-laki itu bertanya (lagi) , ”Lalu Siapa?” Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda : ”Ibumu..!” -laki itu bertanya (lagi) , ”Lalu Siapa?” Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam menjawab :”Lalu Ayahmu.” (H.R Muslim VIII : 2)

Subhanallah...
Dari 4 kali pertanyaan Ibu disebut sampe 3 kali sebelum akhirnya Rasulullah menyebutkan ”lalu Ayahmu”  tapi ini jangan dijadikan alasan lantas kita hanya berbuat baik kepada ibu saja ya... tetap kita harus berbuat baik kepada keduanya.

Simak juga kisah yang ini :

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma melihat seorang menggendong ibunya untuk tawaf di Ka'bah dan ke mana saja 'Si Ibu' menginginkan, orang tersebut bertanya kepadanya, "Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?" Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, "Belum, setetespun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu" [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]

” Lalu apa aja seh sebenernya kewajiban kita (sebagai anak) terhadap Orangtua...?”
Bagi orangtua yang masih hidup
  1. Menta’ati perintah mereka selama  itu bukan perintah untuk Maksiat terhadap Allah
Dalam Al-Qur’an disebutkan :

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, MAKA SEKALI-KALI JANGANLAH KAMU MENGATAKAN KEPADA KEDUANYA PERKATAAN “AH” DAN JANGANLAH KAMU MEMBENTAK MEREKA DAN UCAPKANLAH KEPADA MEREKA PERKATAAN YANG MULIA”. (Q.S Al Israa’, 17:23)

Perhatikan untuk sekedar mengucapkan kalimat “AH” saja kita dilarang apalagi membentak atau tidak Ta’at terhadap perintahnya,…ayat ini menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap menjaga hati dan perasaan orangtua, betapa Islam memuliakan predikat sebagai orangtua..maka berbahagialah yang sudah berumahtangga dan menjadi orangtua ^_^..

“Lalu bagaimana kalau Orangtua kita menyuruh kepada hal maksiat kepada Allah…?”

kita Flashback sedikit yuk…ke Kisah  Mush’ab bin Umair salah satu Sahabat Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam….

“..…Akhir pertemuan Mush’ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan. Karena sang Ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil suatu keputusan, tak ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush’ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula

“….Ketika sang Ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata :”Pergilah sesuka hatimu ! Aku bukan Ibumu lagi .” Maka Mush’ab pun menghampiri ibunya sambil berkata : ”Wahai Bunda, telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan Utusan-Nya.

Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut : ”Demi bintang ! Sekali-kali aku takakan masuk ke dalam agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi.”

Demikianlah Mush’ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar san usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar.

Tapi Jiwanya yang telah dihiasi dengan aqidah Suci dan cemerlang berkat sepuhan nur Ilahi, telah merubah dirinya, menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani (Rijaal Haular Rasuul - KM Khalid).

Subhanallah...Santun namun tetap Tegas...ya

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S Al ‘Ankabuut : 8)

Masih ada lagi neh...Simak juga  kisah sahabat yang ini :

”...Umar tidak Lupa kisah Sa’ad bin Abi waqqash dengan ibunya sewaktu ia masuk Islam dan mengikuti Rasulullah...Ketika itu segala usaha ibunya untuk membendung dan menghalangi puteranya dari Agama Allah mengalami kegagalan. Maka ditempuhnya segala jalan yang tidak bisa tidak, pasti akan melemahkan semangat Sa’ad dan akan membawanya kembali ke pangkuan agam berhala dan kepada kaum kerabtanya.

Wanita itu menyatakan akan mogok makan dan minum, sampai Sa’ad bersedia kembali ke agama nenek moyang dan kaumnya. Rencana itu dilaksanakannya dengan tekad yang luar biasa, ia tak hendak menjamah makanan atau minuman hingga hampir menemui ajalnya.

Tetapi Sa’ad tidak terpengaruh oleh hal tersebut, bahkan ia tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya dengan sesuatupun, bahkan walau dengan nyawa ibunya sekalipun.

Ketika Keadaan ibunya telah demikian Gawat, beberapa orang keluarganya membawa Sa’ad kepadanya untuk menyaksikannya kali yang terakhir, dengan harapan hatinya akan menjdi Lunak jika melihat ibunya dalam sekarat. Sesampainya di sana, Sa’ad menyaksikan suatu pemandangan yang amat menghancurkan jatinya yang bagaikan dapat menghancurkan baja dan meluluhkan batu karang....

Tapi keimanannya terhadap Allah dan Rasul mengatasi baja dan batu karang manapun juga. Didekatkan wajahnya ke wajah ibunya, dan dikataknnya dengan suara keras agar kedengaran olehnya :

”Demi Allah, Ketahuilah wahai Ibunda..., seandainya bunda mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, tidaklah ananda akan meninggalkan Agama ini walau ditebus dengan apa pun juga...! Maka terserahlah kepada Bunda, apakah bunda akan makan atau tidak...!”

Akhirnya Ibunya mundur teratur, dan turunlah wahyu menyokong pendirian Sa’ad serat mengucapkan selamat kepadanya sebagai berikut :

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, DAN PERSAHABATILAH MEREKA DI DUNIA DENGAN BAIK, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S Luqman, 31:15)  

(Rijaal Haular Rasuul - KM Khalid).

Subhanallah...lagi..lagi...Santun namun tetap Tegas...

Dan Subhanallah nya lagi ... begitu Islam sangat memuliakan predikat orangtua sehingga  bisa kita lihat sekalipun sudah nyata  bahwa mereka salah... lebih dari itu..mereka Berbuat dosa Syirik-pun, Islam mengajarkan kepada kita untuk menasehatinya dan tetap  mempergauli /mempersahabati keduanya di dunia dengan baik.

”Menarik Saat Allah menggunakan ungkapan : ”Wa shahibhuma” – (Persahabatilah mereka). Adalah memang tidak pas, jika mereka dirajakan dan diratukan. Mereka pasti tidak akan suka. Dalam siklus hidupnya yang kembali semakin menjadi seperti kanak-kanak, apresiasi yang pas harus kita lakukan. Di pucuk galah usia ini, dalam kalimat Ustadz Didik Purwodarsono, mereka akan mulai merasa tidak dibutuhkan oleh dunia dan merasa tidak membutuhkan dunia...

”Washahibhuma”, dan persahabatilah mereka dengan persahabatan yang paling ma’ruf. Tidak dengan menyakiti, atau ketidakmengertian yang kadang menyakiti. Melarang mereka bekerja dengan alasan sayang padahal sebenarnya karena prasangka bahwa pekerjaannya pasti akan berantakan. Memaksa mereka untuk tetap beristirahat sementara ada keinginan untuk tetap sehta dengan beraktivitas, memarahi mereka habis-habisan karena memanjakan cucu. Semuanya bisa menjadi rasa sakit yang mengiris jiwa sepuh mereka.

 ”Washahibhuma”. Mereka hadir ke hadapan kita di masa tuanya untuk dijadikan sahabat. Sahabat dengan karakter yang khas yang harus kita mengerti, kita beri perhatian, kita beri apresiasi, kita persilakan untuk menempati ranah-ranah kesukaan mereka. Dan itulah bukti cinta kita pada mereka, lalu  kita pun mendo’akan mereka... (Salim A Fillah –Barakallahulaka, Bahagianya Merayakan Cinta)

“dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, (Q.S Asy Syu’araa’, 26:86)

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S Al Ankabuut, 29:8)

kita juga bisa mengambil hikmah dari Kisah Nabi Ibrahim dan Ayahnya yang diabadikan dalam Al-Qur’an :

Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan".Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Q.S Maryam 44-47)  

2. Memberi Nafkah
“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”. (Q.S Al Baqarah, 2:215)

Bagi kita yang sudah bekerja namun masih bujangan jelas..., menyisihkan sebahagian penghasilan kita untuk Orangtua merupakan amalan yang utama, ”Namun bagaimana dengan seorang laki-laki yang sudah berkeluarga dan masih punya orangtua...?” dari beberapa penjelasan yang saya dapati ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini,  pendapapat yang satu saklak bahwa meskipun sudah berkeluarga bagaimanapun kondisinya tetap harus memprioritaskan nafkah untuk Orangtua sebelum Nafkah kepada Istri dan Anak dalil yang digunakan adalah :

Dari sahabat Jabir bin Abdillah semoga Allah meridhoinya, ia bercerita: "Suatu hari ada seseorang datang kepada Rasulullah dan bertanya: Sesungguhnya aku memiliki harta, akan tetapi bapakku ingin mengambil harta itu dariku? Rasulullah menjawab: "Kamu dan hartamu milik bapakmu" [Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Jabir, Thabrani dari Samurah dan Ibnu Mas’ud, Lihat Irwa’ul Ghalil 838],

Yang paling berhak atas seorang wanita adalah suaminya. Yang paling berhak atas seorang lelaki adalah ibunya.”(H.R At Tirmidzi)

 lalu Pendapat kedua

Syeikhul Islam ibnu Taimiyah mengatakan apabila seorang anak memiliki kelapangan rezeki maka diperbolehkan baginya untuk memberikan nafkah kepada ayah, ibu serta adik-adiknya dan seandainya ia tidak melakukannya maka sesungguhnya orang tersebut telah durhaka terhadap ayahnya, memutuskan tali silaturahimnya dan berhak atasnya siksa Allah swt di dunia dan akherat. (Majmu’ Fatawa juz IX hal 74)

Tidaklah diwajibkan bagi seorang anak memberikan nafkah kepada ayahnya kecuali jika memenuhi dua persyaratan :
1. Anak itu memiliki kelebihan harta dari kebutuhannya
2. Ayahnya tergolong fakir.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda,” Manfaatkanlah uang ini untuk dirimu sendiri, bila ada sisanya maka UNTUK KELUARGAMU, jika masih tersisa, maka untuk kerabatmu, dan jika masih tersisa, maka untuk orang-orang disekitarmu."

An Nasai meriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah saw bersabda: "Bersedekahlah kalian", lalu seseorang berkata ya Rasulullah aku hanya memiliki satu dinar, beliau menjawab: "Bersedekahlah dengannya untuk dirimu, " ia berkata aku mempunyai yang lain, beliau bersabda: "Bersedekahlah UNTUK ISTRIMU, " ia berkata aku mempunyai yang lain, beliau bersabda: "Bersedekahlah UNTUK ANAKMU, " ia berkata aku memiliki yang lain, beliau bersabda: "Bersedekahlah untuk pembantumu, " ia berkata aku memiliki yang lain, beliau bersabda: "Engkau lebih tahu yang berhak engkau beri."

Lain waktu mungkin kita bahas mengenai perbedaan pandangan ini, namun yang ingin saya tegaskan di sini bahwasanya tidak ada perbedaan bahwa memberi Nafkah kepada orangtua merupakan bagian dari amalan yang utama.

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Q,S Ath Thalaaq : 7) 

3. Mendo’akan mereka
Beberapa dalil yang dapat kita jumpai dalam Al-qur’an diantaranya :

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al Israa’ : 24)

“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (Q.S Ibrahim  : 41) 

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” (Q.S Nuh : 28)

dalam hadits :

”Jika seorang anak tak pernah mendo’akan kedua orangtuanya , niscaya rizqinya akan berhenti.” (H.R Al Hakim dalam Tarikh dan Ad Dailami dalam Musnadul Firdaus)

”Lalu bagaimana kewajiban kita terhadap orangtua kita yang sudah meninggal …?”
  1. Tetap mendo’akan mereka ,
Insya Allah sudah kita fahami bersama bahwa diantara amalan yang tidak akan terputus jika seseorang meninggal dunia adalah Do’a dari seorang Anak yang Solih/ah 

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Ikhwatifillah… yang ingin ana tegaskan bahwasanya “Jika kita memang benar-benar mencintai Orangtua kita dengan sepenuh hati” maka tidak ada jalan lain yang bisa kita tempuh selain menjadikan pribadi kita sebagai pribadi-pribadi yang solih/ah, fahamilah..ikhwatifillah…tidak ada lagi seseorang atau orang lain selain kita anak-anak nya yang mampu untuk bisa  membantu menyelamatkan mereka (orangtua) kita khususnya yang sudah meninggal , dengan do’a-do’a yang kita lantunkan di sujud-sujud panjang  shalat kita.   So…!!! Yuk..kita pelajari Islam lebih dalam…jadikan diri kita Pribadi yang solih/ah, sebagai salah satu tujuan nya agar kita bisa menolong orangtua yang sangat kita cintai sebagai balas jasa terhadap mereka.

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S Al Baqarah : 208)

2. Melunasi Hutang mereka (Jika Ada)
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah juga membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”

Ikhwatifillah..hal ini juga menjadi sangat penting...mengingat begitu bnyaknya hadits-hadits yang berisi peringatan keras terhadap orang yang meninggal dan masih menyisakan hutang terhadap oranglain, belajar dari kisah Abu Qutadah yang menanggung hutang seorang muslim yang meninggal maka hutang-hutang orangtua kita yang belum sempat dilunasi sebelum meninggal maka menjadi tanggung jawab kita sebagai anaknya untuk melunasi hutang-hutangnya.

3. Menjalin Silaturahmi dengan kerabat-kerabat mereka
....”Abdullah bin Umar Radhiyallahuanh Menjawab, ”Karena aku pernah mendengar Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : ”Sesungguhnya termasuk sikap berbuat baik kepada ibu bapak ialah seseorang menyambung tali silaturahim dengan sahabat karib orangtua setelah orangtua meninggal dunia.” (H.R Muslim VIII :6)

Nah..itulah diantara kewajiban-kewajiban kita sebagai anak yang harus kita penuhi terhadap orangtua, sebenernya masih banyak hal-hal yang perlu kita ketahui kaitannya dengan hal tuntunan Sunnah tentang bagaimana berinteraksi dengan Orangtua. Seperti cara memandang, berkata-kata, bersikap, Meminta Izin, Menyambut Kedatangan, dll. Namun mudah-mudahan pemaparan secara umum ini bisa memotivasi kita untuk lebih mencaritahu kelanjutannya...

Huftt....betapa diri inipun Rasanya Masih Jauh sekali dari baik baktinya terhadap Orangtua,

Al haqqu min Rabbik fa laa taquunanna minal mumtarin, Wallahu a’lam bi shawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kontributor : Muhammad Haritzahzen